Senin, 19 April 2010

PASCA KEMERDEKAAN

RECLASSERING PASCA PROKLAMASI
KEMERDEKAAN R. I. SAMPAI MASA PERALIHAN KEPEMIMPINAN NASIONAL DARI Ir. SOEKARNO KEPADA Mayjen TNI SOEHARTO

A. Situasi Negara Setelah Proklamasi Kemerdekaan

Bahwa setelah Ir. Soekarno dan Mohammad Hatta, yang dikenal dengan sebutan Bung Karno - Bung Hatta atau Dwi Tunggal atas nama Bangsa Indonesia memproklamirkan Kemerdekaan Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 di Pegangsaan Timur nomor 56 (Sekarang Jalan Proklamasi) Jakarta, tepat jam 10.00. (Pagi) WIB - hari Jumat Legi. Namun perkembangan dan situasi Negara dan Bangsa Indonesia saat itu, khususnya Jakarta berada dalam keadaan yang sangat genting. Sebab para Pimpinan tentara Jepang yang berada di Indonesia (Jakarta) masih belum rela melepas Indonesia untuk Merdeka. Hal itu dibuktikan dengan pelucutan senjata terhadap Pasukan PETA yang tadinya sangat kompak dan kuat. Sebab sebelumnya mereka turut ambil bagian di dalam proses persiapan Pembacaan Teks Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.

B. Lahirnya Reclassering Republik Indonesia

Tentunya dalam situasi seperti tersebut di atas, advis dan usulan Mr. BRM. Tjokrodiningrat segera mendapat sambutan positif dari Bung Karno, karena secara pribadi dan sebagai pejuang yang pernah dipenjarakan berkali-kali oleh Belanda, tahu persis keberadaan penjara dan memahami bahwa orang-orang penjara tersebut adalah salah satu potensi kekuatan perjuangan bangsa, sehingga bagaikan gayung bersambut, dinyatakan bahwa Reclasseering Republik Indonesia syah berdiri sejak tanggal 18 Agustus 1945 dan sehari setelah itu, tepatnya tanggal 19 Agustus 1945 segera menjalankan dan melaksanakan Tugas Negara, yaitu membuka seluruh penjara, atas perintah dan instruksi Presiden R.I., Ir. Soekarno kepada Mr. R. Moetopo.

C. Tugas Pertama Reclasseering Republik Indonesia

Membuka Penjara-Penjara

Reclasseering telah menjadi Reclasseering Republik Indonesia dan secara resmi dapatlah dikatakan bahwa, satu hari setelah pembacaan Proklamasi Kemerdekaan Negara Republik Indonesia, Organisasi Reclasseering telah menyatu secara terbuka dengan Organisasi-Organisasi Perjuangan lainnya. Demikian Mr. R. Moestopo melaksanakan perintah / instruksi Presiden Republik Indonesia Pertama, Ir. Soekarno supaya segera membuka seluruh penjara dan membebaskan Para Tawanan Perang yang berada diseluruh Indonesia, termasuk orang-orang tahanan dengan segala latarbelakangnya.

Pasukan Penghancur Kapal Perang Perusak Milik Sekutu


Para tawanan perang dan orang-orang penjara yang dibebaskan ini segera diatur dan dikoordiner dalam satu wadah, yaitu Reclasseering Republik Indonesia (pada tahun 1946 mulai dikenal sebagai Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia (LMR-RI) karena secara pasti urusan orang-orang penjara/tahanan memang berkaitan dengan Badan Reclassering.
Wadah Reclasseering Republik Indonesia sedikitnya terdiri dari Pasukan Jibakutai dan bekas narapidana seumur hidup. Berdasarkan perintah dan instruksi Presiden tersebut, maka setiap tahanan atau orang-orang penjara yang mendapat hukuman seumur hidup, antara lain menjadi ujung tombak perlawanan perjuangan bangsa, khususnya dikirim sebagai Pasukan Penghancur Kapal Perang Perusak milik Sekutu yang berada di selat Madura.

D. Markas dan Sandi Perjuangan Reclasseering R.I.

Pimpinan Markas dan Penasihat Reclasseering R.I.
Pemimpin Markas Missi Reclassering Republik Indonesia saat itu adalah dibawah Komando Mr. R. Moestopo dan Tubagus Ibnu Fadjar G. P. dengan beberapa penasihat, pembina, pembimbing dan pemerhati Reclasseering, antara lain Ir. Soekarno, Prof. Abdul Madjid Djojo Adhiningrat, SH., Mr. BRM. Tjokrodiningrat, SH., termasuk Inspektur Poelisi Tk. I Jawa Timur Moehammad Jasin sebagai salah seorang pembina Pasukan Pertempuran Surabaya yang turut mempersiapkan peralatan dan persenjataan dalam pertempuran melawan "Usaha Penjajahan Kembali" di Surabaya.

Sandi Perjuangan Reclassering R.I.

Pasukan Jibakutai, Orang-orang penjara dan para tawanan perang (ditawan oleh Belanda dan Jepang) yang telah dilepaskan/dibebaskan sejak tanggal 19 Agustus 1945, selanjutnya mengejawantahkan dirinya dalam kelompok-kelompok perjuangan, secara khusus terbentuk di Jawa Timur, yaitu menjadi salah satu Pasukan Penggempur di Surabaya yang menggunakan Sandi Perjuangan kelaskaran antara lain dikenal dengan sebutan :
Pasukan Sriti ;
Pasukan Kerto Negoro ;
Pasukan Suropati ;
Pasukan Barisan Berani Mati ;
Pasukan Bom Berjiwa ;
Pasukan Walisongo ;
Pasukan Pendowo Limo ;
Pasukan Alap-Alap ;
Pasukan Panatas Angpe ;
Pasukan Sambar Nyawa ;
Pasukan Terate, dan
Pasukan Macan Putih.
Perjuangan Reclasseering Republik Indonesia ternyata oleh banyak kalangan belum memahami / mengetahui, karena di dalam pergerakannya menggunakan Sandi tertentu, maka istilah "Missi Reclassering R.I." ketika itu tidak dikenal / populer.

E. Pejuangan Rakyat Mengalami Kevakuman

Pasukan PETA Dibubarkan

Sejarah membuktikan bahwa, sejak Proklamasi Kemerdekaan R.I. tanggal 17 Agustus l945 di Ibu Kota - Jakarta tidak ada satu kekuatan juang pun yang mengisi kevakuman akibat pembubaran tentara PETA oleh Jepang. Peristiwa ini sebagai tanda keprihatinan bagi kelangsungan Proklamasi 17 Agustus 1945, karena tadinya PETA dan Barisan Pelopor sebagai salah satu kekuatan handal dan pengawal Rombongan Proklamator ternyata telah membiarkan senjatanya dilucuti Jepang.

F. Surabaya Periode 18 Agustus 1945 s/d 10 Nopember 1945

Proklamasi Polisi Republik Indonesia Perkembangan perjuangan Bangsa sejak Proklamasi Kemerdekaan RI tanggal 17 Agustus 1945 di Jakarta, terhitung sejak tanggal 18 Agustus 1945 seakan-akan beralih ke bagian timur pulau Jawa, tepatnya di kota Surabaya. Memang ternyata tidak ada kegiatan fisik atau aktifitas perjuangan pada saat-saat itu. Tetapi setelah para pemuda dan Rakyat Surabaya mendengar pemberitaan adanya Proklamasi Kemerdekaan RI di Jakarta, maka semangat perjuangan Rakyat semakin bergelora. Adapun berita tentang Proklamasi Kemerdekaan R.I. tersebut diketahuinya melalui Kantor Berita Antara yang menjadi atau bernama Yashima di zaman pendudukan Jepang, yaitu bagian Indonesia dari Kantor Berita Jepang, Domei.
Beberapa hari kemudian, semangat juang mulai terjadi di Surabaya yang berawal dari / dipelopori oleh Pasukan Poelisi Istimewa dengan keberanian yang tinggi melakukan tindakan proaktif turun ke jalan, empat hari setelah Proklamasi Kemerdekaan R.I., tepatnya pada tanggal 21 Agustus 1945.
Langkahnya pasti, dan bersikap Patriotik bagi Republik Indonesia. Komando proaktif ini dibawah pimpinan Moehammad Jasin, ketika itu sebagai Inspektoer Poelisi Tk. I Jawa Timur.
Tentunya kehadiran Pasukan Poelisi Istimewa dijalan-jalan seputar Surabaya ini melahirkan semangat keberanian bagi rakyat yang saat itu sangat ketakutan terhadap pasukan Kempetai (Poelisi Militer Jepang) yang paling ditakuti.
Fakta membuktikan bahwa, pada tanggal 21 Agustus 1945 Inspektoer Poelisi Tingkat I Jawa Timur, Moehammad Jasin memproklamasikan Poelisi menjadi Polisi Republik Indonesia.

Awal Perjuangan Secara Fisik di Surabaya

Satu hari setelah Polisi menyatakan Proklamasi KepolisianR.I., barulah secara resmi terbentuk BKR yang bertujuan menghimpun seluruh potensi kekuatan perjuangan bangsa yang ada untuk mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia.
Namun kenyataannya bahwa, kegiatan perjuangan di Surabaya dinyatakan mulai terlihat untuk pertama kali, yaitu ketika para mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Surabaya menaikkan/mengibarkan bendera Merah Putih di Kantor Gubernur (Jepang) Jawa Timur pada tanggal 1 September 1945.

Peran Poelisi

Polisi Jawa Timur dibawah pimpinan Inspektoer Poelisi Moehammad Jasin memberikan propaganda positif dan mempengaruhi, menggerakkan serta mendorong seluruh potensi perjuangan rakyat yang peduli terhadap eksistensi Negara dan Bangsa Indonesia. Tindakan positif ini melahirkan Kekuatan Juang Rakyat yang luar biasa.
Hal ini membuktikan bahwa, Poelisi adalah pelopor perjuangan dan bagaikan "mesin penggerak" bagi para pejuang dalam melucuti senjata-senjata miliki tentara Jepang, sehingga hal ini merupakan suatu Kekuatan Juang Rakyat Bersenjata yang dibuktikan mampu memerangi Angkatan Perang Inggris saat itu.

Tewasnya Brigadier Jenderal Mallaby

Pasukan Perlawanan Rakyat Bersenjata yang terdiri antara lain, orang-orang penjara yang telah dilepaskan dan pasukan Jibakutai, mereka berada dalam wadah Missi Reclassering yang dipimpin oleh Mr. R. Moestopo, Tubagus Ibnu Fadjar G.P. ; kelompok juang yang berasal dari potensi Rakyat Surabaya dan potensi kekuatan rakyat lainnya, baik dalam kelompok juang yang dipimpin oleh Mr. Roeslan Abdulgani, Bung Tomo - Pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, serta pelaku-pelaku 10 November 1945, seperti Mohamad Sidarto- Tentara Pelajar (terakhir berpangkat Jenderal TNI AD), Soengkono - terakhir Jenderal TNI, juga sebagai mantan Panglima KODAM Brawijaya dan lain-lain.
Polisi Jawa Timur yang dikenal dengan pasukan MOBRIG mempelopori gerakan perjuangan fisik di Surabaya ternyata perannya sangat dominan, sehingga perlawanan Rakyat Bersenjata terhadap tentara Sekutu pimpinan Inggris mampu dihadapi dengan gagah berani. Bahkan tanpa diketahui secara pasti siapa pelakunya, seorang perwira tinggi Inggris tewas / terbunuh, yaitu Brigjen Mallaby disela-sela peristiwa baku tembak yang terjadi pada tanggal 30 Oktober 1945 di Surabaya.

Peristiwa Heroik "10 Nopember 1945"

Reclasseering R.I. Salah Satu Cikal-Bakal Perlawanan Rakyat

Para Tawanan Perang dimasa Penjajahan, Pasukan Jibakutai beserta orang-orang Penjara yang telah dibebaskan pada tanggal 19 Agustus 1945 tersebut, oleh Reclasseering Republik Indonesia telah berada dalam wadah "Missi Reclassering RI", dan dipersenjatai oleh Pasukan Poelisi Istimewa Jawa Timur. Di sisi lain, Reclasseering Republik Indonesia adalah salah satu bagian dari Cikal-Bakal Perlawanan Rakyat Bersenjata atau dapat dikatakan sebagai salah satu dari kekuatan Juang Rakyat di Surabaya yang turut-serta melawan "Usaha Penjajahan Kembali" oleh pihak Kerajaan Belanda atau NICA. Fakta menunjukan bahwa, pada awalnya Sekutu bertujuan untuk menjadi Pasukan Perdamaian yang akan melucuti Persenjataan Tentara Jepang, namun kenyataannya kehadiran Sekutu Pimpinan Inggris tersebut telah diboncengi "Belanda" melalui pasukannya yang pernah lari ke Australia saat pendudukan Jepang, sehingga Sekutu yang bertujuan baik tersebut menjadi tidak murni lagi.

Petempuran di Surabaya Berlangsung Berhari-Hari

Demikianlah perlawanan Rakyat Indonesia tak dapat dielakkan lagi. Menurut fakta sejarah, perlawanan Rakyat Bersenjata di Jawa Timur, khususnya di kota Surabaya, berlangsung cukup panjang, yaitu berhari-hari terjadi peperangan dan sejak Peristiwa Pengibaran bendera Merah Putih oleh para Mahasiswa Fakultas Kedokteran Gigi Surabaya di Kantor Gubernur (Jepang) Jawa Timur pada tanggal 1(satu) September 1945 hingga mencapai puncaknya pada tanggal 10 Nopember 1945 yang dikenal dengan peristiwa "Heroik Surabaya". Karena dahsyatnya pertempuran tersebut, maka korban kedua bela pihak tak bisa dihindarkan lagi. Korban berjatuhan, dibuktikan dengan banyaknya korban jiwa, baik dari pihak rakyat Indonesia, maupun pihak sekutu - tentara Inggris dan NICA.

Peran Bung Tomo

Fakta membuktikan bahwa, Bung Tomo adalah salah seorang tokoh perjuangan di Surabaya, baik sebagai Pemimpin Barisan Pemberontakan Rakyat Indonesia, maupun berperan sebagai motivator semangat juang, yaitu membakar semangat Pasukan Perlawanan Rakyat Bersenjata melalui alat telekomunikasi / Radio. Dialah yang terus menerus berbicara/berkomunikasi dengan pernyataan - pernyataan dorongan semangat yang berapi-api menyatakan bahwa, Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 mutlak dan penting dipertahankan. Pidato yang berapi-api, mengobarkan semangat juang melawan penjajah dengan pekikan "Merdeka atau Mati" dan "Maju Terus Pantang Mundur" dan pekikan-pekikan lainnya mendorong keberanian untuk berjuang.

Suara Kemerdekaan Indonesia Berkumandang

Suara Kemerdekaan secara terus menerus berkumandang, maka berita Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia 17 Agustus 1945 tersebar ke seluruh penjuru tanah air dan terdengar sampai keluar negeri dan membuat seluruh dunia mengetahui, bahwa kemampuan Rakyat Indonesia dalam mempertahankan Kemerdekaannya sungguh gigih dan nyata.
Demikian dapat dikatakan bahwa, selain berkumandangnya suara kemerdekaan tersebut, kegigihan para pejuang juga ditunjang oleh kesempatan mendapatkan persenjataan. Kesempatan ini ternyata hanya melalui Polisi Jawa Timur, sebab ketika itu seluruh persenjataan dan gudang persenjataan serta gudang amunisi milik tentara Jepang telah dikuasai oleh Polisi, mulai dari senjata ringan, senjata berat sampai kendaraan lapis baja, termasuk tank-tank tempur.
Jelaslah bahwa, satu-satunya harapan para pejuang untuk mendapatkan peralatan/persenjataan ialah melalui pensenjataan yang telah dikuasai Pasukan Polisi dan hal itu terbukti !!
Sekali lagi ternyata rakyat bangsa Indonesia, khususnya di daerah Jawa Timur (kota Surabaya) telah mendapatkan persenjataan dan semangat juang. Sebab harapan persenjataan dari pasukan PETA yang tadinya memiliki senjata lengkap tak dapat dijadikan sandaran pasti, sebab tentara PETA telah membiarkan senjatanya dilucuti / dibubarkan Jepang.

G. Reclasseering R.I. Tahun 1946 S/D Tahun 1967

Terdaftar Pada Notaris

Lembaga Missi Reclasseering Republik Indonesia memang tak dikenal dan tidak populer ketika itu, karena dalam perjuangannya menggunakan Sandi tertentu dan bergerak secara rahasia / terselubung.
Selama perjuangan mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, Reclasseering Republik Indonesia berpusat dan bermarkas Komando di Jawa Timur, Surabaya dan Malang sampai pada tanggal 17 Agustus Tahun l946 secara syah menjadi Organsiasi - Perkumpulan yang memiliki badan hukum atau Akta Notaris melalui Notaris Gusti Djohan yang beralamat di Jalan Merbabu Jogyakarta.
Demikian Reclasseering telah menjadi Reclasseering Republik Indonesia dengan akta Notaris - berbadan hukum secara resmi untuk dapat melakukan pekerjaaan-perkerjaan Reclasseering di Indonesia.

Menyumbang Emas kepada Negara

Krisis politik Bangsa pada awal Kemerdekaan terus terjadi, bukan saja karena adanya pertentangan secara elit politik yang bergerak secara fisik, tetapi krisis yang membawa dampak pada perekonomian juga. Kenyataan ini adalah salah satu bagian dari Negara Republik Indonesia pada periode ini. Sehingga dalam keadaan pembenahan, baik untuk tatanan fisik atau pembangunan maupun tatanan keamanan, ketertiban dan kenyamanan, teristimewa mengenai perekonomian bangsa, maka demi negara dan bangsa, Reclassering Republik Indonesia turut serta untuk membangun bangsa dalam wujud menyumbangkan sebagian hartanya kepada Negara - Bank Indonesia berupa Emas Bubuk, pertama 40 (empat puluh) peti melalui Dr. Mohammad Hatta dan kedua 40 (empat puluh) peti lagi diberikan melalui Mr. Sjahrir. Hal ini berkaitan dengan Cadangan atau Beking Keuangan/Moneter Negara.

Sekilas Latarbelakang Uang Kertas "ORI"

Mencetak Uang "ORI" Atas Persetujuan KNI Pusat

Di antara persiapan dan pembenahan setelah kemerdekaan, Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan pemerintah untuk mencetak uang kertas, karena percetakan yang ditunjuk sebelumnya untuk mencetak Uang Kertas "ORI" mengalami kesulitan mendapatkan kertas, maka atas persetujuan K.N.I (Komite Nasional Indonesia) Pusat, menunjuk Organisasi Reclasseering Republik Indonesia untuk melakukan percetakan Uang Kertas "ORI". Karena diantara para Anggota K.N.I. Pusat mengetahui bahwa Tokoh Pemimpin Organisasi Reclasseering memiliki latarbelakang pendidikan yang memahami tehnik percetakan uang kertas.


Lokasi Percetakan Uang "ORI"

Fakta menunjukkan bahwa, bukan saja menyumbangkan Emas bagi Negara, tetapi dalam situasi dan kondisi Moneter/Keuangan Bangsa dan Negara saat itu, Reclassering R.I. mendapat kepercayaan Pemerintah R.I. untuk mencetak Uang Kertas Republik Indonesia. Sekalipun dalam keterbatasannya, Reclasseering R.I. mampu mencetak Uang Kertas tersebut. Adapun tempat mencetak Uang Kertas ini berlokasi di Turen - Malang, Jawa Timur.
Percetakan Uang Kertas ini tentunya tak lepas dari sistem dan mekanisme Moneter Negara, yaitu tetap mengindahkan cadangan emas sebagai salah satu standar atau rasio baku untuk Mencetak Uang Negara. Pada masa itu, Uang Kertas yang dicetak Reclasseering dikenal dengan sebutan Uang Kertas "ORI" atau Oeang Republik Indonesia atau Oeang Putih.

Sumber Kertas dan Tahun Pencetakan Uang "ORI"

Proses pembuatan atau percetakan Uang Kertas "ORI" berlangsung sejak tanggal 1 Oktober 1946. Masa ini terjadi dalam pemerintahan Kabinet Parlementer tahun 1946, dimana Mr. Soerahman menjabat sebagai Menteri Keuangan Negara Republik Indonesia. Bahan baku uang kertas yang digunakan untuk mencetak Uang "ORI" berasal dari kertas khusus simpanan Jepang yang disembunyikan di dalam gudang perlindungan bawah tanah yang letaknya dikaki gunung Arjuna dan gunung Penanggungan, Jawa Timur.

Politik Negara R.I. Dibalik Uang Kertas "ORI"

Dimasa Pemerintahan Republik Indonesia Pusat yang berkedudukan di Yogyakarta dinyatakan "Bubar", disebabkan karena pucuk pimpinan Negara, yaitu Presiden Ir. Soekarno, Wakil Presiden Dr. Mohammad Hatta serta tokoh-tokoh Nasional seperti Ali Satroamidjojo, Mr. Sjahrir dan KH. Agus Salim ditawan oleh Belanda di Parapat dan Bangka. Hal ini pula berakibat hampir semua kota besar di wilayah Republik Indonesia dikuasai dan diduduki Pasukan Belanda dan NICA, maka eksistensi Bank Negara Indonesia (BNI) mengalami kesulitan / tidak berfungsi serta sirkulasi atau peredaran uang "ORI" (Oewang Repoeblik Indonesia) dalam masyarakat menjadi terganggu.

Perang Gerilya Total

Tentunya untuk mempertahankan daya jual - beli di masyarakat perlu melakukan cara dan taktik tertentu, sebagai jalan keluarnya, maka disepakati melalui "Cara Perang Gerilya", dimana Pimpinan Reclasseering ketika itu merangkap sebagai Panglima Penggempur Istimewa sekaligus harus mengatasi Keuangan Negara. Ketika itu dinyatakanlah "Perang Total Politik Keuangan / Ekonomi" terhadap Belanda, sebab inilah satu-satunya cara untuk mempertahankan status dan keberadaan perekonomian, khususnya peredaran uang "ORI" di masyarakat.

Biaya Perang Gerilya Dari Uang "ORI"

Sekalipun Pemerintah Pusat (di Yogyakarta) telah dibubarkan, di daerah tetap dikuasai oleh kaum Gerilya yang disebut "Sentral Komando Perang Gerilya Total" dengan menggunakan biaya perangnya dari Uang Kertas yang dicetak sendiri di atas Klise yang terdapat di dalam bekas percetakan N.V. Nimef, Kendal Payak dan percetakan Tiong Hoa yang bernama Wi Kong atas perintah Menteri Urusan Daerah di Jawa Timur, Soewirjo pada tahun 1947.


Klise Uang Kertas "ORI" Tak Dapat Diselamatkan

Disaat-saat yang genting tersebut, Klise Uang ORI oleh percetakan tidak dapat diselamatkan dari penyerbuan tentara Belanda, maka di dalam melaksanakan Perang Gerilya dan pembiayaan perang, maka diusahakan mencetak kembali uang "ORI" di dalam percetakan swasta lainya dengan tujuan agar rakyat tetap memiliki semangat juang dan kepercayaan terhadap Pemerintah Republik Indonesia.

Taktik Mempertahankan Perjuangan dan Kurs Rupiah "ORI"

Di samping itu, untuk mempertahankan Kurs Uang "ORI", maka dilakukanlah beberapa macam Taktik Perjuangan, antara lain :
a. Melakukan Sabotase terhadap Peredaran Uang Kertas milik Nica Rekombe Federal, sehingga Kurs uang : 1 (satu) Rupiah ORI melawan 1 (satu) Golden.
b. Mengadakan Embargo diperbatasan daerah/kota pendudukan Belanda, yaitu setiap hasil bumi : rempah-rempah pertanian rakyat di pedalaman, Ternak dan Kulit bahan eksport dilarang masuk ke dalam kota.
c. Para pedagang yang biasanya berjualan di pasar-pasar diperkotaan dilarang masuk kota, sehingga pasar-pasar yang berada di Kota-Kota tempat pendudukan Belanda (Nica, Rekombe Federal) menjadi tak berfungsi / lumpuh total.
d. Sebagai pengganti Uang ORI yang rusak, maka dikeluarkan semacam Bon yang sama nilainya dengan uang kertas yang rusak dengan terlebih dahulu mendapat persetujuan Pimpinan Perang dan Pemerintah Urusan Daerah.
e. Para Narapidana yang telah dilepaskan dari penjara, khususnya bagi mereka yang divonis hukuman seumur hidup diarahkan untuk mengerjakan peternakan / budidaya ternak, dan memelihara ulat sutera yang lokasinya jauh dari tempat pertempuran, yaitu di Komplex Perumahan Listrik Negara di Sengguro, Kepanjen - Malang. Hasil peternakan / budidaya ternak dan Ulat Sutera ini sebesar-besarnya untuk biaya Perang Gerilya Total, serta untuk memenuhi kebutuhan Rakyat.

Mengisi Kabinet Pemerintahan R.I.

Reclassering Republik Indonesia pada permulaan Sejarah Negara Kesatuan Republik Indonesia berkesempatan menjabat dalam pemerintahan, yaitu ketika diberi kepercayaan oleh Pemerintah Republik Indonesia untuk mengisi Kabinet Pemerintahan Pertama, antara lain Mr. R. Moestopo, Mr. Amir Sjarifudin, Mr. A.A. Maramis, Dr. Latumena dan lain-lain. Hal ini merupakan salah satu wujud penghargaan Negara Republik Indonesia terhadap perjuangan Missi Reclassering.

Berperan Aktif Mempertahankan Negara Republik Indonesia

Melawan Agresi Belanda Pertama dan Kedua

Sekalipun perjuangan fisik mempertahankan Proklamasi Kemerdekaan R.I. di tahun 1945 telah terlewati, namun sejak tahun 1946 sampai tahun 1950 Reclassering R.I. tetap berperan sebagai Salah Satu Kekuatan Perjuangan Bangsa terutama turut dalam pergolakan menentang Agresi Belanda Pertama pada tanggal 21 Juli 1947 dan Agresi Kedua tanggal 19 Desember 1948 serta Antek-Anteknya, baik di Tangerang, Bekasi dan Jakarta.

Turut-Serta Menumpas Pemberontakan PKI di Madiun

Demikian juga Reclasseering Republik Indonesia termasuk salah satu kekuatan bangsa yang turut beperan menumpas para pengkhianat Bangsa, bersama TNI, POLRI dan Rakyat menghadapi Pemberontakan PKI pimpinan Muso pada bulan September tahun 1948 di Madiun (meletus sekitar tanggal 18 September 1948). Muso dan pengikutnya yang setia melarikan diri ke selatan kota Madiun, tepatnya di kota Reog - Ponorogo dan rencananya akan menuju Pacitan, karena di sana telah ditunggu sekutunya menggunakan Kapal Selam. Tetapi karena pengejaran dan ketatnya penjagaan, maka ketika sedang membawa kendaraan dokar, Muso berpapasan dengan TNI yang sedang berpatroli dipinggiran kota Ponorogo ; kecurigaan bahwa yang membawa dokar itu adalah Muso, maka pengejaran dilakukan dan reaksi Muso lari dan bersembunyi di sebuah kakus milik warga setempat tepatnya di Desa Semanding, Kawedanan Somoroto (sekarang Kecamatan Somoroto), kira-kira 5 Km sebelah Barat Kota Ponorogo.

Muso - Pimpinan Pemberontakan PKI Madiun
Mati Tertembak di Kota Reog - Ponorogo

Ketika situasi telah dikuasai dan dikendalikan Pasukan Gabungan, maka Muso terkepung dan tak bisa melarikan diri lagi. Sebelum mati tertembak, Muso masih sempat mengadakan perlawanan dengan berteriak : "Muso tidak pernah mati", "Hidup PKI !". Muso yang sangat keras pendiriannya dalam Partai Komunis Indonesia akhirnya tewas di Kota Reog - Ponorogo, Selatan Kota Madiun.

Markas Komando Reclasseering Pindah
dari Sengguro ke Kota Malang

Setelah pergolakan dan perang gerilya terlewati dengan korban jiwa yang cukup banyak, maka pada tanggal 21 Januari 1950 kedaulatan Negara Kesatuan Republik Indonesia kembali ke pangkuan Ibu Pertiwi. Kontak Komando TNI mulai masuk Kota dan bersamaan dengan peristiwa ini, Markas Komando Reclasseering Republik Indonesia dari Sengguro berpindah ke kota Malang. Lokasi Markas Reclassering Republik Indonesia berhadapan dengan rumah penjara, yaitu di jalan Lowok Waru, Malang.

Mempersiapkan Pengurus LMR-RI di Jakarta

Ditengah-tengah situasi dan kondisi Bangsa dan Negara, serta demi kelangsungan dan kelanggengan perputaran roda organisasi, maka Markas Reclassering Republik Indonesia yang saat itu berkedudukan di Malang - Jawa Timur oleh Mr. R. Moestopo dan Tubagus Ibnu Fadjar Goenadi Purwobelanegara beserta kawan-kawannya mempersiapkan Kepengurusan Reclassering di Jakarta, tepatnya pada hari Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia yang ke lima, yaitu pada tanggal 17 Agustus Tahun l950.
Pada tahun 1950, Reclassering Republik Indonesia pada awalnya terdiri dari Komposisi Kepengurusan, antara lain dipimpin oleh : Ketua Badan Pusat Reclassering, Ketua Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia dan Pusat Presidium Lembaga Missi Reclassering Republik Indonesia. Kemudian perkembangan selanjutnya, keberadaan Reclasseering Republik Indonesia disesuaikan dengan kondisi serta kebutuhan Bangsa dan Negara, khususnya bagi penegakan masalah-masalah Kemanusiaan - HAM dan pembelaan atau perlindungan Hukum.

Tidak ada komentar: